Rabu, 16 Oktober 2013

Sharing: Is your Mr. Right is the right person?

Saya sempat menulis tulisan yang intinya: curhatan, keterbukaan, empati, syukur, penyesalahn, dll, yang ternyata di dalamnya banyak sekali nilai yang terlibat. Just wise to read it. Inti dari semuanya, saya mengambil pelajaran yang sanat berharga: pergunakanlah akal dalam segala tindakanmu, karena sesungghnya semua perkataan, pikiran, dan perbuatanmu akan diminta pertanggungjawaban di depan Allah SWT :)

http://enyrofiatul.tumblr.com/post/63389935534/renungan-benarkah-dia-adalah-mr-right-or-mrs-right

Di suatu restoran bercorak Jawa, dengan pelayan yang menggunakan bahasa Jawa halus, berpakaian Jawa, diiringi gending-gending Jawa, dan perabotan restoran yang mengingatkanku pada Keraton Jogjakarta. Kita berdua memilih tempat di dekat jendela, berhadap-hadapan dan saling merekomendasikan menu yang tepat untuk disantap malam. Setelah makanan disepakati dan dipesan, kita melanjutkan obrolan-obrolan kecil yang merenyahkan suasana.
“Menjadi janda di masyarakat kita adalah kesalahan Mba, tekanan sosial yang dirasakan sangat menyakitkan. Seolah-olah segala kesalahan dilakukan oleh perempuan, yang membuatnya layak dilecehkan dan disepelekan”, aku meluncurkan topik menarik seputar fenomena yang terjadi di masyarakat pada umumnya.
“Bener dek, aku udah merasakannya sendiri, sangat menyakitkan berada di posisi janda”, dia menanggapi dengan lugas.
“Merasakan sendiri Mba?”, aku memastikan. Di depanku adalah perempuan Jawa-Sunda berumur 27 tahun. Masih muda. Dia sangat anggun khas perempuan Jawa, namun cekatan dan sigap dalam pekerjaannya. Masih tidak percaya kalimat yang diucapkannya, namun…
Dia bercerita, bahwa Ayahnya memiliki calon suami untuknya. Seorang tokoh di lingkungan, hafal Al Qur’an, bekerja yang tenuritasnya terjamin, lebih tua, dan pastinya mapan secara sosial dan finansial. Orang tuanya tidak menyetujui hubungannya dengan laki-laki yang telah dipacarinya sejak SMA, mereka masih seumuran, demikian alasan utamanya. Padahal sang laki-laki ini sudah bersiap melamarnya seusai kuliah. Bekerja sebagai public servant yang baru saja diangkat, sekalipun di bawah Kementerian Keuangan belum membuat sang laki-laki ini menampakan kematangan finansialnya. Semakin cacat laki-laki ini dibandingkan dengan calon yang dijagokan ayahnya.
“Aku tidak mau menerimanya, karena masih ingin fokus S2 dek, namun mendadak ayahku sakit”, wajahnya sedikit sayu menjelaskan kisah masa lalunya.
Demikianlah, beban psikis seorang anak membuatnya menerima tawaran ayahnya. Terbebani rasa belas budi, kasih, dan hormat, di bulan Agustus proses melamar berjalan. Sesuai kesepakatan, September pernikahan mereka diselenggarakan. Sejak saat itu dia resmi menjadi seorang istri dari calon pilihan orang tuanya. Dia selalu berharap bisa menjadi istri yang tetap bisa berkarir dan berbakti kepada untuk keluarga, juga dikaruniai kebahagiaan dan keharmonisan.
“Akhir bulan Oktober, aku masuk UGD, luka-luka di tubuhku membuatku tidak bisa berjalan. Selama beberapa bulan aku harus menggunakan kursi roda” Dia mulai meneteskan air mata saat mengingat masa lalunya.
Lidahku kelu mendengar ceritanya…”Suamimu melakukan kekerasan ya Mba?”, pertanyaanku memecah sunyi.
Satu bulan pertama perkawinannya, dia mendapatkan perlakuan yang sangat buruk dari suaminya. Jika dia terlambat pulang usai kuliah, suaminya akan mengurungnya di kamar. Belum cacian-cacian sebagai istri yang tidak menuruti perintah suami keluar dengan tambahan ayat-ayat suci Al Quran dan hadist nabi yang meligitimasi aksinya.
“Aku dipukuli jika dia merasa aku berbuat salah, bahkan aku diikat di kamar beberapa kali karena dianggap tidak bisa menjadi istri yang sholehah”, demikian dia menjelaskan.
Dalam angan-angannya, dia selalu bertanya, Seperti inikah kehidupan rumah tangga? Kenapa berat sekali beban sebagai istri yang dia rasakan? Apakah benar dia selalu salah sehingga pantas diperlakukan seperti itu oleh suaminya?
“Sampai ketika aku dilarikan ke Rumah Sakit, kedua orangtuaku kaget, mereka menangis melihat kondisiku, dengan kondisi jiwaku yang setengah sadar. Aku diliputi trauma yang mendalam dan luka-luka fisik yang menambah berat kondisiku. Saking traumanya aku tidak berani melaporkan suamiku ke polisi atas kekerasan yang ia lakukan”, imbuhnya, seraya menebak yang akan kulontarkan seputar KDRT.
Setelah itu, mereka bedua bercerai di bulan November. Perkawinan yang berumur sangat singkat. Kedua orang tuanya sangat menyesali tragedi yang menimpa putrinya. Dan apakah penderitaannya selesai? Rupanya tidak. Di lingkungan kampus, dia dianggap janda murahan, digoda yang berbau melecehkan, dianggap perempuan murahan yang gampang diajak kencan, dan tatapan-tatapan sinis dari orang lain yang merendahkan stasusnya.
Padahal di masa itu, dia berjuang keras agar bisa lepas dari jerat trauma yang hampir 2 tahun merenggug hidupnya. Dua tahun setelah perceraian bukan berarti jalan cerah yang dia dapatkan, namun dia harus memulihkan kondisi fisik dan psikis yang sudah tercabik-cabik sebelumnya. Dan itu tidak mudah. Dia kadang menangis sendiri, mendadak merasa terabaikan, takut melihat laki-laki, dan merasa terkucilkan oleh lingkungannya.
Namun dia perempuan tegar dan tangguh. Dia mampu bangkit dan menghalau trauma yang melanda jiwanya.
Rupanya, Laki-laki yang dipacarinya dulu masih menyimpan perasaan cinta dan harapan kepadanya. Laki-laki itu sengaja datang setelah ia pulih, setelah dia mampu menyunggingkan senyum dan menaklukkan traumatisnya. Laki-laki itu sudah tahu semua yang terjadi dengan perempuan yang selalu ia cintai dan dengan sabar menunggu saat yang tepat untuk meminangnya.
Tahun ketiga setelah perceraiannya, mereka berdua menikah. Sekarang mereka dikaruniai satu orang putra.
Aku sangat beruntung dia menerimaku apa adanya. Kamu tahu dek? Suamiku tidak pernah bertanya masa laluku, kenapa aku bercerai, dan apa yang terjadi di dalam perkawinanku yang pertama. Aku sangat bersyukur memiliki suami yang bisa menerimaku apa adanya”, dia menutup ceritanya dengan berkaca-kaca.
Sekian.
Aku menyampaikan kisah nyata yang begitu berharga dalam memilih pasangan. Banyak orang terburu-buru memilih Mr Right dan Mrs Right, banyak orang takut menjadi leftover women and men sehingga menjadikannya serampangan memilih pasangan. Orang tua pun begitu, standar mapan sosial dan finansial menjadi ukuran utama, untuk perempuan pun selalu dipatok harus menikah dengan laki-laki yang lebih tua.
Benarkan demikian?
Kisah di atas adalah kisah yang begitu dalam nilainya. Variabel kecocokan dan kesiapan menjadi penentu suksesnya rumah tangga. Cocok pun bukan sekedar fisik dan perasaan, namun visi dan misi keluarga pun harus sesuai, pola relasi dalam keluarga harus dikomunikasikan, dan lain-lainnya yang begitu rumit.
Intinya polesan alim bukan jaminan dia adalah suami atau istri yang baik. Status sosial bukan penentu perkawinan akan harmonis. Menikah adalah ibadah, namun juga bukan ibadah Senin-Kamis yang bisa dianggap enteng. Menikah bukan seperti membeli eskrim yang sekali habis dan selesai. Pernikahan menyatukan ibadah dan relasi sosial suami istri, merencanakannya dengan hati-hati akan menambah nilai keharmonisan di dalam keluarga yang akan dibentuk.
Semoga tulisan ini mampu menginspirasi mereka yang sedang membutuhkannya.

Jumat, 29 Juni 2012

interfaith marriage. Yes or Not!!


Interfaith marriage. It is very attractive topic for talking. There are many reasons to legalize this marriage in Indonesia. As we know before, by Indonesian Law No. 1 of 1974 regarding on Marriage, there is no permit for interfaith marriage because the paragraph said Legal marriage is marriage based on each formal religions. Every religion never allow their confessor to marry another man or woman from different faith. But is the love really come from only by the same religion? Does God create human being to love only in homogeneity nevertheless He creates heterogeneity?

Senin, 14 Mei 2012

Think Holland, Think Big!

Kreativitas tanpa batas. Kunci kesuksesan adalah visioner, konsisten, dan beda. Visi, sebagai wujud cita-cita jangka panjang, sedangkan konsisten adalah sifat yang menjaga agar nilai-nilai visi bisa terlaksana seiring dari target/ sasaran yang ingin dicapai. Beda mewakili inovasi. Dalam teori pemasaran berlaku hukum sukses, jadilah yang terbaik, jika tidak bisa jadilah yang paling beda. Belanda mewakili jargon kesuksesan masa depan, kreativitas tanpa batas! Bukan tanpa alasan saya menyimpulkannya, tetapi bukti-bukti kesuksesan di Belanda begitu menginspirasi sehingga menjadikannya negeri tujuan wisata dan edukasi yang pertumbuhannya menigkat dari tahun ke tahun.



Kincir Angin: Kreativitas luar biasa
Bagaimanakah rasanya tinggal di permukaan air? Bayangkan akses transportasi yang terbatas, kecepatan yang terbatas, dan mungkin kemajuan yang akan dicapai terbatas karena permasalahan-permasalahan teknis akan membuat kita sibuk. Tapi apa yang dilakukan oleh Bangsa Belanda yang menyadari bahwa sebagian besar wilayahnya berada di bawah permukaan air laut?

Keringkan dengan Kincir angin, jawabannya!
Netherlands sendiri berarti tanah yang rendah. Sebagian besar wilayahnya merupakan laut yang dikeringkan. Seperlima dari wilayah Belanda terdiri atas air dan lebih dari separuhnya merupakan daratan yang lebih rendah dari permukaan laut. Cara Belanda memperluas daratannya adalah mengeringkan air laut dengan membuat tanggul-tanggul buatan dan pintu - pintu air dengan menggunakan pompa yang digerakkan melalui kincir angin, air laut dikeluarkan sehingga menjadi daratan yang dapat dipergunakan untuk pemukiman dan lahan pertanian. Inilah bukti nyata bahwa kincir angin sangat penting bagi Belanda untuk menghidupkan bangsanya dan juga memajukannya hingga bisa mencapai kemajuan diberbagai bidang.
Luar biasa sekali dengan keterbatasan meraka, Bangsa Belanda mampu menggunakan kreativitasnya untuk menyelesaikan masalah luas wilayah, bahkan menambah daya pikat Belanda dengan julukannya, Negeri Kincir Angin.


Tuntutlah ilmu sampai ke Eropa, khususnya Belanda
Riset adalah kunci kesuksesan dunia edukasi dan negara. Maka tidak heran Belanda menawarkan program pendidikan tinggi berbasis riset yang sangat banyak dan lima universitas riset Belanda masuk dalam 100 besar dalam daftar yang dikeluarkan oleh Times Higher Education, peringkat Reputasi ini didasarkan pada hasil analisa 31,000 akademisi dari 149 negara. Selain itu, bahasa pengantar yang digunakan di universitas-universitas Belanda, mayoritas adalah Bahasa Inggris dan Belanda adalah negara yang menawarkan program dengan bahasa pengantar Bahasa Inggris terbanyak di Eropa. Tentunya ini sangat menambah daya tarik Belanda untuk menjadi tujuan pendidikan, selain wisata tentunya. Riset ini juga yang mengantarkan Belanda menjadi ahli di bidang water management, agrifood and life sciences.


Seni
Menjadi ciri khas negara Eropa, seni tidak terpisahkan dari Belanda. Cita rasa seni yang tinggi memicu kreativitas mereka menemukan inovasi-inovasi yang tiada tara di dunia. Di bidang arsitektur, Belanda terkenal dengan combinasi cutting-edge design dan teknologi. Di bidang Fashion, perancang busana Belanda, Jan Taminiau, merancang busana yang digunakan oleh Lady Gaga.
Taman di kota sebagai wujud perhatian pemerinah terhadap kesehatan dan ruang publik, terhampar luas di Belanda, beberapa taman kota antara lain: Amstelpark, Sharphatipark, Vondelpark, Westerpark, Flevopark, dll yang membuat piknik di taman Belanda menjadi hal tersendiri yang unik dan berkesan.


Think Holland, Think Big: Negara kecil dengan segudang prestasi. Pengembangan Pendidikan Tinggi, Keindahan seni dan penghargaan budaya bergabung dengan cita rasa teknologi dan science. Great!!

Selasa, 29 November 2011

Internet membuat hidup XLangkah lebih maju! Gak ada internet seperti katak dalam tempurung..

Ini pengalaman nyata yang saya alami sebagai mahasiswa. Internet disini, saya asosiasikan dengan BlackBerry dan kemudahan di dalamnya. Saya konsisten untuk tidak menggunakan BB sebelum saya lulus dan bekerja. Keukeuh saya berpegang teguh untuk tidak tergoda untuk membeli karena biaya bulanan untuk menghidupi BB udah berat, belum pulsa internet yang juga menyedot rutin tiap bulan. Tetapi ternyata, ada kejadian yang membuat saya tergoda sekali untuk membeli BB agar internet yang menghubungkan saya ke jejaring sosial bisa lancar tanpa hambatan (perlu nyalain laptop, nunggu laptop loading, masukin modem, harus duduk dan cari tempat pewe, dll).

1. Kejadian pertama adalah ada info workshop yang disebarluaskan melalui BBM, praktis teman-teman yang ber-BB sudah tahu dan mempersiapkan semuanya, sedangkan saya tahu 1 jam sebelum batas pendaftaran ditutup!

2. Kejadian kedua, berita tentang keadaan dosen yang berasal dari daerah yang sama dengan saya. kebetulan beliau sakit parah hingga kemudian meninggal. Saya tahu dari teman saya yang punya BB dan kemudian memberitahukan berita tersebut.

3. Kejadian ketiga adalah workshop juga, kali ini saya tahu setelah 1 hari pendaftaran ditutup!

4. Kejadian keempat workshop yang hampir sejenis, saya tahu dari teman saya yang ber-BB juga dan saya sempat mengajukan aplikasi sekalipun akhirnya tidak terpilh untuk mengikuti workshop.

5. Kejadian kelima, tugas yang saya buat dengan bagus sebanyak 7 halaman, ternyata dosen hanya meminta 3 halaman! Dan info ini tersebar malalui Tweeter yang sanya jarang buka dan anak-anak yang ber-BB yang selalu OL-lah yang tahu. Dan saya harus kalang kabut ke kosan lagi untuk ngedit dan ngeprint ulang!

6. Kejadian keenam, berita meninggalnya Dekan saya dan perihal rumah dukanya, tersebar melalui internet yang dengan mudah diakses oleh anak-anak yang ber-BB dari pada disebarluaskan memalui sms!

7. Kejadian ketujuh, saya harus ketinggalan latihan badminton mingguan karena info tersebar melalui tweeter dan gak lewat sms seperti dulu. Mereka malas ngirim sms yang menyedot banyak pulsa!

8. INFO SOAL UJIAN!!! dan diskusi-diskusi seputar materi yang akan keluar. Benar-benar membuat iri :(

9. Beasiswa, kesempatan magang, tersebar di tweeter yang saya jarang membukanya!

Yah, internet yang sekarang tersempitkan artinya ke BB memberikan kemudahan bagi para pemegangnya. Ada info magang, tinggal di lengkapi syarat-syaratnya dan apply lah. Ada info beasiswa, yang paling pertama tahu sehingga bisa cepat-cepat mempersiapkan diri. Dosen lama gak masuk kelas, tinggal BBM aja tuh dosen dan datanglah kabar kepastian apakah kelas ada atau dibatalkan. Detil tugas dan makalah, BBM aja dosen dan akan membalas dengan sangat cepat dari pada yang mengirimkan sms atau telfon langsung. Saya merasakan perbedaan yang sangat antara yang punya BB dan tidak, terutama masalah informasi yang faktual dan update!

Internet memang sekarang menjadi kebutuhan. Siapa yang punya sarana tercepat kesana, dia yang akan mendapat kemudahan selangkah lebih maju dari pada orang-orang yang tidak memiliki akses atau yang kesulitan mengakses. Saat ini BB menjadi alat utama itu, dan yang tidak punya BB seperti saya, harus bersabar dan memutar otak dua kali agar mendapat info yang sama dalam waktu yang agak sedikit lebih lambat tetapi masih punya peluang untuk mengejar. Yah, internet (BB) memang membuat penikmatnya XLangkah Lebih Maju!!!!! Sabar :D

Rabu, 23 November 2011

Nasib yang berbeda

Saya melihat banyak kejadian yang membuat saya menjadi sangat iba. Bahkan kadang ketika sampai di kamar kos, saya menangis sejadinya membayangkan bagaimana menjadi mereka. Yang pertama adalah penjual tisu di stasiun. Jika kalian melewati stasiun UI, kalian akan melihat banyak penjaja tisu, mulai dari yang tunanetra, yang berusia paruh baya, dan yang terakhir yang paling saya perhatikan adalah dia yang paling tua disana. Ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di UI, tahun 2008, saya melihatnya masih bisa berdiri tegak dan menawari kami yang sedang manunggu di peron, barang dagangannya yang berupa tisu Paseo dengan harga jual 2000/pak. Hmm..memang agak mahal dari pada harga kebanyakan di toko, tetapi hitunglah ini sebagai apresiasi atas usaha mereka berjualan. Bagaimana jika para penjaja makanan dan barang-barang di stasiun beralih profesi menjadi penjahat, bukankah ini jauh meresahkan? Paling tidak dengan menjaga ritme pembelian, membuat kebutuhan hidup para pedagang tersebut terpenuhi.

Bapak tua tersebut, dulu masih bisa berjalan tegak dan mondar-mandir menjajakan dagangannya. Namun satu tahun terakhir ini, saya begitu kaget ketika ke stasiun dan mendapati bapak tua tersebut sudah mengenakan tongkat tua di kedua belah tangannya, untuk menjaganya tetap berdiri tegak. Barangkali usia sudah memakan kesehatan tulangnya sehingga terlalu berat menanggung beban tubuhnya. Kini dia berjalan dari peron yang ke arah jakarta, lalu bogor, dan begitu terus dengan membawa dua tongkatnya. Bapak tua ini begitu tabah dan konsisten menjaga kehormatan dirinya dengan terus bekerja. Bisa saja jika dia sudah menyerah, mungkin dia lebih baik meminta-minta seperti dua ibu-ibu yang selalu duduk mengantri di depan loket. Akan tetapi melihat kekukuhan dirinya, saya yakin dia tidak akan melakukannya. Harga kehormatan dirinya adalah dengan bekerja.

Lalu yang kedua adalah bapak penjual empek-empek yang rajin berjalan hingga ke daerah Gramedia. Saya kaget melihatnya disana, dan kemudian ketika sampai di kosan saya masih mendengar dia berteriak “empek-empek”, dengan khas suara cemprengnya. Jika melihat bapak itu yang berjalan tiap sore sampai menjelang jam 12 malam untuk menjajakan empek-empek, saya begitu terenyuh. Sayang saya sangat tidak suka empek-empek sehingga jika membelinya pun jarang saya makan. Saat pertama kali pindah ke kosan di Barel, saya sering mendengar suaranya di malam hari dan berteriak “empek-empek”, yang terdengar di telinga saya sebagai “tempe-tempe”. Penasaran dengan penjual tempe yang tetap berjualan sampai tengah malam, hingga 1 tahun kemudian saya tahu bahwa Bapak ini sebenarnya adalah penjual “empek-empek”. 1 bulan yang lalu, dia masih membawa dandang kecilnya untuk berjualan dan di tenteng sepanjang perjalanan yang ditempuhnya. Namun sekarang Bapak itu, yang ternyata tinggal di Lenteng Agung, berjualan empek-empek dengan membawa kotak plastik. Ketika saya bertanya, dia bilang dandang yang dipakainya sudah patah karena sudah bertahun-tahun. Saya pikir harga dandang lebih mahal dari pada plastik, dan keuntungan Bapak itu pasti tidak seberapa untuk bisa membeli dandang yang baru.

Ya Allah, saya melihat mereka begitu miris. Tidak tahu apa yang menyebabkannya, saya melihat mata tegar mereka, dan begitu terenyuh sehingga membuat saya terharu. Barangkali karena saya pernah berjualan kue di kampus, menjajakannya dari kelas ke kelas lain, dari teman satu ke teman yang lain, dari pagi sampai sore, sehingga saya sangat menghayati bagaimana perasaan mereka jika sampia malam tidak laku juga padahal kebutuhan hidup terus menuntut pemenuhan. Saya harus pula sabar dengan pandangan orang yang sinis. Saya harus sabar pula dengan predikat sebagai penjual donat, dan saya merasakan semua itu dengan perasaan layaknya pejuang kehidupan. Pejuang yang mempertahankan hidupnya.

Jika melihat kesenjangan ini, rasanya saya ingin marah. Marah yang semarah-marahnya kepada keadaan ini yang membuat manusia demikian terpisah jauh strata ekonominya. Marah dengan hak-hak mereka yang jarang terpenuhi. Marah karena mereka tidak bisa hidup dengan layak dan berpenghasilan cukup selama satu bulan. Negaraku yang menjamin kehidupan warga negaraya, semoga dalam tahun-tahun ke depan, pemerintah yang menjalankan fungsinya untuk menjalankan tujuan bersama bangsa ini, bisa konsisten menjaga hak-hak warga negaranya.

Senin, 10 Oktober 2011

Ketipu gara-gara N8



Kisah ini terjadi saat ramadhan, Agustus 2011. Kami adalah sekelompok pemuda yang aktif dalam kegiatan Pemberdayaan Masyarakat, khususnya di bidang pendidikan dan pengentasan kemiskinan. Saat ramadhan merupakan waktu yang sangat berat bagi kami, berat karena program-program kami bertepatan dengan waktu ibadah yang menguras banyak energi sedangkan pahala yang kami dapatkan akan berlipat ganda jika berhasil melewatinya dengan gegap gempita. Bisa dibilang, berat tapi nikmat, tak ada yang absen di momen besar ini, bahkan mencandukan bagi yang suka kompetisi dan ambisi.

Kebiasaan pemuda seperti kami, yang hidup dikelilingi oleh kawan-kawan seperjuangan, tanpa standar hidup layak yang sehat [untuk layak masih jauh, yang penting gak terserang magh akut udah alhamdulillah], tanpa pembantu, tanpa pelayan, bisa dibilang kami adalah pembantu dan pelayan bagi kami sendiri dan masyarakat yang membutuhkan. Pekerjaan seabreg, koleksi baju minim karena gaji ibarat menstruasi, datangnya satu bulan sekali tetapi bertahannya cuma 8nan hari, sehingga masalah baju dan cucian pun menjadi momok untuk aktivis kayak kami ini. Hingga di suatu sore menjelang maghrib, ada ide dari seorang kawan, Ivander namanya.

“Kita beli mesin cuci aja yuk”, dia muncul ke ruang kerja dengan terengah-engah, yakin menaiki tangga sambil lari, ujung lengan baju dan celananya basah, cucuran airnya berguguran di lantai keramik yang selalu kami bersihkan tiap hari. wajah tirusnya yang polos [kutu buku habis] nampak meminta belas kasihan.

“Gak cukup uangnya, sabar dikit dah. Belajar jadi proleter, nyuci baju aja pakai ngeluh” demikian kata Johar, sang manager menolak lugas usulan Ivander, tanpa berpaling dari layar komputer HP-nya yang menayangkan downloadan OVJ dari Youtube.

“Iuran kita Bang, saya mau nombokin lebih dari pada menderita begini tiap minggu. Teman-teman pasti pada mau kok, kan dikit-dikit nanti jadi banyak duit yang bisa dikumpulin”, Ivander kukuh pada pendiriannya. Si polos yang jarang bicara ini tumben-tumbenan ngotot kayak gini.

Berawal dari usulan Ivander si wajah tirus karena kebanyakan gaul sama buku, berkumpul dan berembug lah para pemuda di kantor, pusat kegiatan mereka sehari-hari. Dari para penghuni kantor diminta kesukarelaan untuk membantu mewujudkan hadirnya anggota keluarga baru, mesin cuci. Usut punya usut, mereka tidak tahu berapa harga pasaran mesin cuci saat ini. Jadilah surfing di Internet dulu, tanya Mr Google terkait info mesin cuci harga paling murah. Belum cukup memberikan gambaran, taboid Lotte Mart punya tetangga pun di bajak sebentar untuk membandingkan harga. Untuk memastikan lagi, Fuad pun mentelepon kakaknya yang baru beli mesin cuci baru, tapi anjir harganya diatas 4 jeti. Yah, akhirnya referensi di Goolgle yang kita pakai, harga berkisar 1,7 juta-an. Ivander, Johar, Fuad, Wati, Izah, Saipul, May, Gie, Imam, mereka-mereka ini sang penghuni abadi kantor. Iuran yang terkumpul uang 1,8 juta-an. Kalau kurang, seperti yang dijanjikan Ivander, dia bakal nalangin. Karena itu dia udah siap-siap uang di dompet, 200 ribu rupiah. Sudah disepakati di awal, harga mesin cuci baru tidak boleh lebih dari 2 juta rupiah.

Di malam yang dingin, habis buka yang melegakan karena perut yang keroncongan telah dikucur makanan melimpah ruah, Ivander dan Johar berangkat ke ITC Depok -karena Carrefour terdekat ada disana- untuk membeli mesin cuci. Karena Ivander udah gak sabar, takut ITC tutup kalau kemalaman dan gak sempat memilih-milih yang bagus, Johar buru-buru mengambil kunci motor dan melesatlah mereka melewati jalanan Akses UI, masuk Depok lewat Margonda, meluncur menuju ITC Depok.

Di dalam Carrefour, pilihan sudah dijatuhkan dan tinggal bayar di kasir. Terjadilah insiden itu, gugup di kasir karena uang yang dicari gak ketemu. Johar baru ingat uang iuran yang seharusnya di bawa masih tersimpan rapat di laci meja kerjanya, karena buru-buru dia lupa ngambil.

“OK nder, lu tungguin di depan Carrefour ya, biar gue ambil uangnya dulu. Ngebut cukup kok, paling cuma 40 menit udah nyampe sini. Lu jangan kemana-mana ya, di sini aja deket kasir”, Johar memberikan pemecahan masalah karena lupa bawa uang. Dia mewanti-wanti Ivander betul-betul karena ini orang jarang banget sendirian di dunia nyata, agak gak tega pas ninggalin dia sendirian di Carrefour. Tapi Johar optimis Ivander akan baik-baik aja, toh cuma di suruh nungguin aja.

“Iya Jo, take care ya. Gue berani kok, cuma di ITC Depok aja ini, hehe”, jawabnya cengar cengir.

Apa boleh dibuat, nasi pun sudah menjadi bubur. Ivander bosan lama-lama berdiri sendirian di depan kasir, dia merasa seperti manikein aja. Bahkan manikein pun lebih menarik dari tubuh jangkung kurusnya yang menjulang tinggi. Dia memutuskan untuk jakan-jalan di pertokoan sekeliling Carrefour. Saat asik-asik nya cuci mata, dia dihampiri oleh Bapak-bapak yang mengaku bernama Roni.

“Dek, dek, saya bisa minta tolong?” demikian Bapa Roni menyapa Ivander, dengan wajah gugup dan terengah-engah

“Iya pak minta tolong apa?” Ivander ingin tahu dan tergerak hatinya untuk menolong

“Begini, saya lagi punya utang ke teman, dia minta cash. Tapi saya Cuma punya Handphone Nokia N8 ini, kamu mau beli dek?” Bapak itu berujar sambil memeprlihatkan Handphone nya ke Ivander. Wajahnya benar-benar memelas membutuhkan pertolongan. Ivander masih berpikir-pikir, jika ingin beli pun uang nya gak akan cukup. Tapi hasratnya untuk punya smartphone membuatnya menimbang-nimbang ulang, apalagi handphone Nokia 7610 yang dia beli sejak SMA sudah sering rewel akhir-akhir ini. Dan Pak Roni melihat kegelisahan di wajah Ivander langsung mengambil kesempatan mendaptkan pelanggan yang bisa menolong kesulitannya.

“Ini ponsel smartphone lho dek, saya waktu beli di atas 5 juta, tapi karena saya sedang sangat butuh uang jadi saya jual murah meriah ke adek”, Pak Roni menjelaskan dengan serius.

“Maaf pak, bukannya saya gak mau, tapi dompetnya yang gak mau pak, maaf banget”, Ivander memutuskan untuk tidak tergiur karena uangnya juga terbatas. Dia kasihan melihta si Bapak yang menaruh harapan besar padanya.

“Begini dek, karena saya sedang butuh uang banget, bagaimana jika adek bayar pakai uang seadanya di dompet?” Bapak itu menawarkan, sungguh-sungguh.

“Hah? Beneran nih pak?” Ivander sumringah luar biasa karena harapannya punya smartphone udah di depan mata, mimpi apa dia semalam ya. Dia sudah bisa membayangkan bisa facebook-an, twittter-an, internetan, de-el-el, sepuasnya.

“Iya, beneran. Tapi kan kalau saya kasih handphone-nya ke adek saya jadi gak ada handphone untuk komunikasi, klo uang yang ada di dompet adek plus hape 7610 yang sedang adek pegang di tukar sama hape N8 punya saya ini bagaimana?”, Pak Roni menawar agak malu-malu, dia gak enak juga mungkin.

“Segitu aja Pak? Uang yang ada di dompet saya Cuma 200 ribu lho pak, jadi sama handphone saya mungkin di total 600 ribuan. Bapak gak keberatan, kan klo dijual di counter handphone bisa 1 juta lebih”, Ivander merasa kasihan dengan Pak Roni, udah jatuh tertimpa tangga pula. Padahal tangganya nimpa dia balik, hehe.

Gak apa-apalah dek, kalo dikasihkan adek kan ada nilai nolongnya, jadi saya jual dapat pahala karena membantu yang membutuhkan. Silahkan dicoba dulu dek handphone nya, bisa nyala kan? itu lagi low bat aja makanya cuma muncul tulusan Nokia nya. Adek ambil SIM card punya adek saja, ntar diutak atik pas udah nyampe rumah aja biar aman, demikian Pak Roni memberikan saran.

“Iya pak, makasih banyak ya”, kata Ivander sambil menyerahkan uang di dompetnya plus Handphone 7610 yang sudah gak ada card nya lagi ke Pak Roni. Mereka lalu berjabat tangan tanda kesepakatan telah diambil, dan Pak Roni pun pamit. Ivander tresenyum puas dan sambil menuggu Johar dia jalan-jalan sebentar ke sekeliling took di sepanjang Carrefour, setelah sebelumnya meninggalkan pesan ke kasir Carrefour jika Johar datang.

Johar terburu-terburu masuk ke ITC Depok, langsung menuju escalator ke lantai 2, Carrefour. Dia khawatir berat dan was-was karena meniggalkan Ivander sendirian, tadi agak lama karena ada razia polisi di Margonda, jadi jalanan macet dan perlu waktu mengantre sampai polisi memeriksa kelengkapan mengemudinya. Sesampainya kasir dia tidak mendapati Ivander disana, tetapi Mba yang jaga kasir member tahu Johar arah Ivender yang berniat untuk cuci mata. Johar menelusuri lorong pertokoan di sepanjang Carrefour dan menemukan Ivander sedang melihat-lihat jaket kulit tebal. Dia mengajak Ivender ke kasir, sesegera mungkin karena udah mau mendekati jam 9 malam. Ivander menampakkan wajah gembira ketika Johar muncul, dia buru-buru menceritakan pengalaman nya barusan yang habis ketiban rezeki dapat gadget baru.

“Jadi lu kasihkan uang dan dompet lu?” Johar kaget ketika mendengar cerita Ivander.

“Iya Jo, kan jarang-jarang ada kesempatan seperti ini”, Ivander berdalih karena nada bicara Johar menyerangnya.

“Ya udah ke kasir dulu yuk bayar mesin cuci nya”, Johar berusaha mengendalikan emosi. Dia yakin ada yang tidak beres dengan kejadian tadi, mudah-mudahan aja itu handphone beneran, batin Johar. Dia agak bersyukur karena Ivander Cuma bawa uang 200 ribu, coba jika dia bawa uang lebih banyak lagi, kerugian jika ternyata benar Bapak tadi nipu pasti lebih banyak.

Sesampainya di kantor, Ivander menceritakan kejadian menarik itu ke teman-temannya. Semuanya terbengong-bengong dan penasaran ke hal yang sama. Mana HP handphone smartphone itu? Emang bener masih ada orang sebaik itu di Jakarta ini? Sekalipun kejadiannya di ITC Depok, tapi gak jauh-jauh amat kan orang-orang di Depok juga orang Jakarta juga.

“Mana tunjukin hapenya nder”, pinta orang-orang di dalam kantor yang lagi ngumpul merasakan kesenangan. Kesenangan pertama karena ada penghuni baru di kantor, si mesin cuci yang akan menjadi pahlawan pencucian baju-baju kotor. Dan yang kedua, cerita Ivander tentang smartphone barunya.

“Ini nih”, dia nunjukin ke Fuad

“Kok gak bisa nder, Cuma muncul NOKIA nya”, Fuad berusaha ngotak-ngatik si smartphone, tapi pas distart yang muncul hanya tulisan NOKIA.

“Kata Bapaknya harus di charge dulu karena HP nya low bat”, Ivender memberi alasan, bangga. Sambil membawa charge ke ruang ngumpul, dan mulai mencharge si smartphone. Fuad menunggu sabar sampai ada tanda handphone sedang di charge versi nokia, tapi kok gak muncul-muncul juga ya, batin nya. Setelah menunggu 5 menitan, Fuad mencoba men start lagi, tapi gak bisa-bisa nyala juga. Dari sini Fuad merasa ada yang aneh, Johar yang melihat gerak-gerik Fuad juga merasa ada yang salah. Teman-teman yang berkumpul dan menunggu handphone baru itu bisa beroperasi juga merasa ada yang aneh, dan si empunya juga deg-degan luar biasa melihat ketidakberesan yang terjadi di handphone barunya. Fuad masih mengotak-ngatik, sampai kemudian dia bersuara.

“Nder, sori ya. Kayaknya lu ditipu sama si Bapak tadi, ini handphone mainan yang gak ada mesinnya. Makanya gak bisa ketika di charge”, akhirnya dengan berat hati Fuad memuntahkan kesimpulannya pada handphone itu.

“Masa? Coba gue cek dulu”, si Ivander mencoba menstart HP nya, tapi karena gak bisa-bisa, ada tekanan malu juga di hadapan teman-temannya, dia mulai emosi. Dia membongkar handphone itu dan mendapati bahwa handphone itu benar-benar kosong dalamnya, ada mesinnya tapi mesin buat handphone mainan, bukan handphone beneran. Ivander langsung lemes, mukanya pucat. Bercampur baur antara perasaan kesal marah dan malu. Semua teman-temannya langsung respek dengan kejadian mengejutkan yang terjadi barusan.

“Udah lah nder, buat pelajaran kamu, nanti jangan mudah percaya sama orang ya”, kata Fuad.

“Mulai belajar bergaul sama manusia ya, jangan buku dan meja aja, jadi lu bisa reflek mengenali gejala-gejala kejahatan kayak gini. Gue juga minta maaf karena udah ninggalin lu sendirian” Johar ikut memotivasi.

Semua yang hadir malam itu akhirnya sibuk menenangkan Ivander yang shok. Dia gak habis pikir di bulan Ramadhan yang suci ini masih ada aja orang yang berniat buruk yang mengambil keuntungan dari menipu orang lain. Bener-bener pelajaran yang berharga bagi Ivander. Begitulah kisah unik ini, sebenarnya lucu ketika mendengarnya. Terbukti teman-teman saya di kampus tertawa gak berhenti-berhenti ketika saya ceritain kisah Ivander. Ada-ada pertanyaan mereka, gimana ekspresi wajah melasnya, gimana dia menahan malu di hadapan kita-kita, gimana dia yang udah gak punya handphone, kenapa dia gak ngecek dulu sebelum bayar, de el el. Tapi buat pelajaran kita juga, dimanapun harus waspada dengan orang asing. Bukannya gak mau bersosialisasi, tetapi hati-hati sebelum bertindak dan berkorban terlalu jauh kepada orang lain.