Selasa, 15 Desember 2009

Gie, yang dulu kukagumi

Gie, Hari ini 40 Tahun Lalu
detikcom
detikcom - Rabu, 16 Desember

16 Desember 1969, sosok itu meregang nyawa. Gas beracun dari puncak gunung tertinggi di pulau Jawa mengakhiri hidupnya, sekaligus mengabulkan kebahagiannya untuk mati muda.

"Seorang filsuf Yunani pernah menulis... nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tetapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda," itulah kata-kata yang ditulis pemuda itu di buku hariannya.

Pemuda itu, Soe Hok Gie, aktivis angkatan 66, salah satu tokoh pergerakan mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Lewat aksi-aksinya, Gie ikut berperan menumbangkan Orde Lama, namun Gie tidak lantas mau mendukung pemerintahan Orde Baru.

Tulisan-tulisan Gie kritis menentang kebijakan Orde Baru. Gie bahkan sempat menyindir teman-temannya, sesama angkatan 66 yang duduk di DPR GR. Dia menghadiahi bedak dan pupur agar para aktivis itu bisa berdandan sehingga kelihatan lebih 'cantik' di depan penguasa.

Gie lebih betah menulis daripada duduk manis sebagai anggota dewan. Idealismenya memang sulit dikalahkan. Penyuka lagu Donna Donna ini lebih memilih naik gunung daripada berpolitik praktis.

Gie mencintai gunung dan alam bebas. Puisi-puisinya banyak berkisah tentang kecintaannya terhadap pendakian gunung. Di puncak gunung juga akhirnya salah satu pendiri Mapala UI ini menghadap penciptanya. Di tengah kabut tebal puncak Gunung Semeru, Gie tewas tepat sehari sebelum hari ulang tahunnya yang ke-27.

Kisah hidup Soe Hok Gie diangkat ke layar lebar oleh sutradara Riri Riza. Aktor Nicholas Saputra menjadi pemeran Gie. Film ini mendapat Piala Citra dalam Festival Film Indonesia 2005.

Buku 'Catatan Seorang Demonstran' yang diangkat dari buku harian Gie, masih mengilhami para mahasiswa dan aktivis untuk memperjuangkan cita-cita mereka. Para pendaki gunung juga masih mengingat pandangan Gie soal nasionalisme.

"Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrasi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung," ujar Gie kala itu.

Hingga hari ini, kata-kata itu masih tetap diingat. Hari ini, tepat 40 tahun lalu Soe Hok Gie meninggal.

_________________________________________________
Aku ingat dulu begitu mengidolakan tokoh ini. Sosok yang selalu mencari rahasia-rahasia alam, sosok yang menjadi raja jalanan, sosok yang idealis, dan sosok yang begitu mencintai negeri ini dengan seluruh jiwa raganya ia korbankan untuknya.

Buku catatan seorang demonstran yang kujadikan seolah-olah kitab suci, kubaca, kukaguami, kuhafalkan beberapa kata-katanya, dengan penuh kekaguman dan perasaan saying kenapa Gie meninggal lebih cepat dari yang seharusnya.

Itu kualami sejak aku kelas 1 SMA hingga semester 1 kuliah. Aku dikubang pada euphoria cinta tanah air dan pemujaan terhadap tokoh-tokoh yang sebenarnya mereka melakukan banyak kesalahan dan tidak pantas untuk dikagumi.

Kini, 16 Desember 2009 sejak 40 tahun yang lalu Gie menghembuskan nafas terakhirnya (6 Desember 1969). Koran online mengingatkanku akan dia.
Gie, pahlawan yang tidak tahu apa yang akan dia perjuangkan dan untuk apa dia berjuang…dan aku tidak mau menjadi orang seperti itu, orang yang dulu begitu kupuja…




Eny Rofi'atul N