Selasa, 26 April 2011

Inspiring moment

@ Loby (inspired by penjual es potong)

Tulisan ini, sebuah refleksi perasaan yang terwujud atas detik-detik peristiwa yang telah aku alami

Sedih, sedih yang teramat sangat

Melihat manusia-manusia yang tidak jelas nasibnya

Bekerja, tetapi hasil keringat mereka tidak cukup untuk menanggung beban kepala yang harus ia hidupi

Bagaikan pasak yang lebih besar dari pada tiang

Berdagang, tetapi menjajakan sesuatu yag tidak sesuai dengan permintaan

Sehingga yang ada, mereka malah mengharap belas kasih orang lain untuk meringankan peluhnya.

Tatapan mengharap

Perut yang keroncongan menahan lapar

Tengkuk yang letih, menegakkan kepala untuk menatap lurus ke ujung jalan, akhirnya lunglai

Menunduk kaku menatap tanah

Menggerak-gerakkan kaki ke kanan dan ke kiri, mencari-cari celah atas setiap pasir yang tersingkap

Di tengah-tengah keasikan itu, mereka menatap sekumpulan anak-anak muda yang membawa sekantong makanan dari Afamart: Biskuit, Ice Cream, Wafer....makanan-makanan yang penjualannya sudah dimonpoli oleh perusahaan-perusahaan ritel itu.

“Donat ini lebih enak, lebih murah, lebih sehat” kata penjual donat

“Empek-empek ini juga lebih murah daripada makanan berpengawet yang kalian beli” kata penjual empek-empek

“Es potong ini harganya sepertiga dari Magnum yang kalian jilat, tidakkah mau mencoba?” tanya penjual es potong

Mereka menatap harap, sekalipun hanya suara hati yang barangkali wujud permintaannya kepada Tuhan.

Negeriku yang kaya raya

Namun terkungkung dalam setengah diameter bola, gelap, ibarat katak dalam tempurung kelapa

Masing-masing sudah tidak peduli dengan yang lain

Mengerjar mimpi

Mengejar Cita

Lalu, mimpi itu untuk siapa?

Cita itu untuk siapa?

Sungguh aku juga tidak berdaya sendirian menjawabnya

Hanya hatiku terasa diiris tajam saat melihat mata-mata nanar itu

Mata-mata yangdi dalam harapnya mengharapkan bantuanku

Aku menatap mereka dengan sejuta iba

Yang jika diukur akan sepanjang meteran penghubung kutub utara dan selatan, bolak balik pula

Aku ingin memberi, ingin membeli

Koran yang harganya 3000 rupiah

Es potong yang harganya 3000 rupiah

Donat yang harganya 2000 rupiah

Gorengan yang harganya bahkan 500 rupiah

Setiap hari bertemu mereka

Anak-anak, ibu-ibu, orang yang lebih tidak beruntung daripadaku, orang yang lebih membutuhkan dari pada aku,,

Mengisi setiap kaleng , gelas Aqua, kemasan permen, yang mereka sodorkan padaku dalam keadaan kosong

Aku menangis saat melewati mereka,

Membiarkan barang-barang jualan yang mereka jajakan,,,

Melewatkan kaleng-kaleng itu tetap kosong

Padahal aku ingin sekali memberinya, membelinya

Ingatanku merangsek ke dalam dompetku

Berapa uang ribuan yang nasih tertinggal disana

Berapa uang yang aku dapatkan dalam setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan sebulan ke depan

Yang jumlahnya terbatas ternyata

Rasioku mengataan aku harus membatasi, jika tidak maka bersiaplah untuk menjadi papa sampai bulan depan

Dan aku, sudah melewati mereka dengan sejuta rasa bersalah dan dosa

Tuhan, jika aku bisa berbuat lebih

Dan aku ingin berbuat lebih

Atas keterbatasanku sekarang yang lebih besar dari mimpiku

Aku mau membagi diriku untuk mereka

Dan jika saja

Tirai perlindungan untuk mereka berjalan

Dari setiap 2,5% itu dipupuk dan diperam sebagaimana Rumah Harta

Dengan tanggung jawab moral yang tinggi,

Tanpa adanya tikus-tikus pengerat tak bermoral itu

Niscaya nasib mereka tidak akan seburuk itu

Semoga akan membaik

Semoga akan berhasil

Sampai tiba masanya aku menyingsingkan lengan bajuku..

Untuk mereka

Eny Rofiatul N

Depok, 20 Maret 2011

Puisi yang bagus sekali...

I do not love you as if you were a salt rose, or topaz
or the arrow of carnations the fire shoots off.
I love you as certain dark things are to be loved,
in secret, between the shadow and the soul.

I love you as the plant that never blooms
but carries in itself the light of hidden flowers;
thanks to your love a certain solid fragrance,
risen from the earth, lives darkly in my body.

I love you without knowing how, or when, or from where.
I love you straightforwardly, without complexities or pride;
So I love you because I know no other way

than this: where I does not exist, nor you,
so close that your hand on my chest is my hand,
so close that your eyes close as I fall asleep.

Pablo Neruda

HIU BIRU

Tuhanku...

Terima kasih banyak atas akal ini, sehingga membuatku bisa berpikir,,dan membuat keputusan yang benar, untuk berjuang, beriman, dan bertakwa kepadaMu

Tuhanku...Terima kasih mempertemukanku dengan ilmuMu yang luas, dengan akalku yang berfungsi normal, sehingga kehausan akan pengetahuan..Kerinduan akan kebenaran..Telah kutemukan dan kugali terus hingga ajal menghentikanku

Tuhanku..

Takkan cukup kata yang bisa kupanjatkan untuk semua yang telah Kau berikan padaku

Hari ini kuukir ikrar tulusku untuk selalu terjaga

Saat rasa malu dan hina hadir di lubuk hatiku...

Melihatnya sedang menggenggam dunia, sedang aku masih bingung untuk menentukan pancang yang tegak agar aku tidak jatuh saat berjalan

Melihatnya merajut langit, membentuk jalinan lukisan awan yang saling berlarian

Sedang aku masih mencari bekal untuk terbang, agar tidak jatuh di tengah ketinggianku atau oksigenku habis karena tidak cukup mencapai pijakan kokoh

Melihatnya merangkai karya

Sedang aku masih bersusah mengukir batu yang keras dan besar

Melihatnya bediri di Puncak Eiffel yang agung dengan sejuta lampu yang bersorak

Sedang aku masih menunggu antrean di depan Kantor Imigrasi untuk mendaftar aplikasi paspor..

Tuhanku...Demikian malu dan jatuh harga diriku

Sedang aku berbangga diri mengatakan bahwa aku beriman, berjuang, dan menujuMu, dalam nyatanya ternyata aku sangat tertinggal dengannya,,,

Dengan angkuh aku berbangga telah habis-habisan, sedang ternyata yang kulakukan tak ubahnya kuku gadis pesolek yang tak seberapa panjang lalu patah, sehingga mengganggu keindahan jarinya yang lentik...

Tuhanku...Maafkan aku, atas malas, lemah, dan ketakutan yang membuatku semakin jauh dariMu..

Akan kubungkus mereka yang menghantui langkahku ke dalam karung hitam, dan akan ku lempar mereka ke Samudra Pasifik yang penuh Hiu Biru dan melahapnya, dan tidak pernah memuntahkannya...

Tuhanku...

Izinkan aku memulai lagi, lagi, lagi, dan lagi. Sekali lagi atas kegagalanku, sekali lagi atas kegagalanku yang lalu, dan sekali lagi atas tiap kegagalan yang kulalui..dan tak akan kubiarkan diriku menyerah begitu saja...

[Amiin]


Eny Rofiatul N