@ Loby (inspired by penjual es potong)
Tulisan ini, sebuah refleksi perasaan yang terwujud atas detik-detik peristiwa yang telah aku alami
Sedih, sedih yang teramat sangat
Melihat manusia-manusia yang tidak jelas nasibnya
Bekerja, tetapi hasil keringat mereka tidak cukup untuk menanggung beban kepala yang harus ia hidupi
Bagaikan pasak yang lebih besar dari pada tiang
Berdagang, tetapi menjajakan sesuatu yag tidak sesuai dengan permintaan
Sehingga yang ada, mereka malah mengharap belas kasih orang lain untuk meringankan peluhnya.
Tatapan mengharap
Perut yang keroncongan menahan lapar
Tengkuk yang letih, menegakkan kepala untuk menatap lurus ke ujung jalan, akhirnya lunglai
Menunduk kaku menatap tanah
Menggerak-gerakkan kaki ke kanan dan ke kiri, mencari-cari celah atas setiap pasir yang tersingkap
Di tengah-tengah keasikan itu, mereka menatap sekumpulan anak-anak muda yang membawa sekantong makanan dari Afamart: Biskuit, Ice Cream, Wafer....makanan-makanan yang penjualannya sudah dimonpoli oleh perusahaan-perusahaan ritel itu.
“Donat ini lebih enak, lebih murah, lebih sehat” kata penjual donat
“Empek-empek ini juga lebih murah daripada makanan berpengawet yang kalian beli” kata penjual empek-empek
“Es potong ini harganya sepertiga dari Magnum yang kalian jilat, tidakkah mau mencoba?” tanya penjual es potong
Mereka menatap harap, sekalipun hanya suara hati yang barangkali wujud permintaannya kepada Tuhan.
Negeriku yang kaya raya
Namun terkungkung dalam setengah diameter bola, gelap, ibarat katak dalam tempurung kelapa
Masing-masing sudah tidak peduli dengan yang lain
Mengerjar mimpi
Mengejar Cita
Lalu, mimpi itu untuk siapa?
Cita itu untuk siapa?
Sungguh aku juga tidak berdaya sendirian menjawabnya
Hanya hatiku terasa diiris tajam saat melihat mata-mata nanar itu
Mata-mata yangdi dalam harapnya mengharapkan bantuanku
Aku menatap mereka dengan sejuta iba
Yang jika diukur akan sepanjang meteran penghubung kutub utara dan selatan, bolak balik pula
Aku ingin memberi, ingin membeli
Koran yang harganya 3000 rupiah
Es potong yang harganya 3000 rupiah
Donat yang harganya 2000 rupiah
Gorengan yang harganya bahkan 500 rupiah
Setiap hari bertemu mereka
Anak-anak, ibu-ibu, orang yang lebih tidak beruntung daripadaku, orang yang lebih membutuhkan dari pada aku,,
Mengisi setiap kaleng , gelas Aqua, kemasan permen, yang mereka sodorkan padaku dalam keadaan kosong
Aku menangis saat melewati mereka,
Membiarkan barang-barang jualan yang mereka jajakan,,,
Melewatkan kaleng-kaleng itu tetap kosong
Padahal aku ingin sekali memberinya, membelinya
Ingatanku merangsek ke dalam dompetku
Berapa uang ribuan yang nasih tertinggal disana
Berapa uang yang aku dapatkan dalam setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan sebulan ke depan
Yang jumlahnya terbatas ternyata
Rasioku mengataan aku harus membatasi, jika tidak maka bersiaplah untuk menjadi papa sampai bulan depan
Dan aku, sudah melewati mereka dengan sejuta rasa bersalah dan dosa
Tuhan, jika aku bisa berbuat lebih
Dan aku ingin berbuat lebih
Atas keterbatasanku sekarang yang lebih besar dari mimpiku
Aku mau membagi diriku untuk mereka
Dan jika saja
Tirai perlindungan untuk mereka berjalan
Dari setiap 2,5% itu dipupuk dan diperam sebagaimana Rumah Harta
Dengan tanggung jawab moral yang tinggi,
Tanpa adanya tikus-tikus pengerat tak bermoral itu
Niscaya nasib mereka tidak akan seburuk itu
Semoga akan membaik
Semoga akan berhasil
Sampai tiba masanya aku menyingsingkan lengan bajuku..
Untuk mereka
Eny Rofiatul N
Depok, 20 Maret 2011