Senin, 16 Februari 2009

KOMPETISI YANG FAIR

Analogi sebuah kehidupan adalah sebuah perjalanan yang lebih panjang dari yang biasa dilakukan oleh manusia sehari-hari. Masalah-masalah yang datang menghampiri manusia adalah tak lebih dari hambatan yang dilalui dalam sebuah perjalanan itu. Misalkan saja ketika kita sedang kehabisan bensin di jalan yang di kehidupan nyata adalah kejadian ketika manusia menghadapi sebuah masalah. Dan ketika kita merasa lapar atau di tengah jalan dan tiba-tiba ada sebuah warteg yang menjajakan makanan lezat dan murah adalah saat-saat manusia mengahadapi kebahagiaan atas perjuangan yang telah dimenangkannya. Meskipun kita tidak bisa menutup kemungkinan bahwa hidup selalu lebih rumit dari sekedar perjalanan dari Depok menuju Jakarta tetapi penyederhanaan ini lebih menekankan kepada kita agar memahami hidup lebih teliti dan teratur.
Kebanyakan manusia berpikir, dan itu yang kupikirkan sekarang adalah target hidup dari seseorang atau target dari perjalanan singkat manusia. Dan ini kulihat dari kompetisi yang sedang menghebohkan di asramaku. Kompetisi kebersihan lorong yang menitikberatkan pada kebersihan pada jangka waktu penilaian yang sebenarnya bisa di mark up dengan mudah. Penilaian yang hanya 3 hari dan diumumkan kepada khalayak asrama. Bukan sebuah langkah yang bagus untuk mengetahui kadar kebersihan sesuatu. Terlepas dari pas atau tidak, kompetisi ini mendapatkan respon yang kuat dan lumayan heboh untuk tingkat penyelenggara_ SAHABAT ASRAMA_yang ini diperuntukkan untuk golongan ”tertentu” karena ada sedikit penitikberatan pada penilaian mushola.
Malam sebelum hari H datang, rapat koordinasi kecil-kecilan diselenggarakan oleh orang-orang yang mau bergerak. Atau kalau berita itu baru saja sampai tengah malam berarti orang yang hanya pada jam-jam tersebut masih melek. Rapat menyusun pembagian tugas dan rencana mempermak mushola dengan sebagus-bagusnya (mushola mendapat penilaian 40 %). Selanjutnya pada pagi hari yang ceria di Minggu yang malas merubah suasana malas seperti biasanya menjadi lebih semarak. Bersih-bersih kamar lebih awal, menyapu lorong, mengepel, membuat pernak-pernik, menata sepatu yang biasanya hanya dilempar setelah pakai, dan kebiasaan ”bagus” hasil rayuan ”kompetisi” menyeruak menghiasi Minggu yang cerah. Mereka yang biasanya menonton pun akhirnya turun tangan karena itu menyangkut harkat dan derajat lorong trsebut. Mana mau orang membiarkan saja harga dirinya terinjak-injak? Sekalipun kalah pun tetap saja ada sebuah usaha untuk melakukan defend yang bagus. Seperti itulah trend di asramaku pagi ini. Setidak-tidaknya mereka yang tidak ikut bantu-bantu memegang sapu akan membantu dengan ikut menjaga lorong yang sudah cling, menata sandal saat masuk kamar, dan itu cukup lah untuk menopang suksesi ”kebersihan” yang didambakan. Lalu tiba-tiba muncul pertanyaan, ”nanti yang menang akan dikasih hadiah apa?”. Ada panitia yang menyeletuk kalau untuk kompetisi kebersihan ini tidak akan mendapatkan hadiah apapun dan mengeluh lah mereka dengan ”ah, sudah capek-capek bersihin kok gak dapat hadiah sih, rugi dong....”. Padahal dari segi substansi kompetisi ini, yang paling diuntungkan tetap saja penghuni lorong yang menempati lorong itu, mereka yang hidup, mereka yang mengotori, dan mereka yan menikmati hasil yang didapat dari lomba kebersihan, hadiah bukanlah hal yang penting lagi sekarang. Panitia tidak akan diuntungkan dengan hal ini. Malah kalau dilihat-lihat panitia akan rugi. Rugi rapat persiapan, rugi pulsa buat jarkom, rugi waktu yang seharusnya dipakai untuk belajar, dan tentunya rugi tenaga yang mereka keluarkan untuk menilai dari lorong ke lorong.
Sekarang mulai dari pemikiran sederhana tentang kehidupan yang dikembalikan seperti kompetisi kebersihan lorong dan sebuah perjalanan dari Jakarta menuju Depok. Seperti itulah hidup yang dimiliki oleh manusia untuk memperjuangkan hak-haknya. Lau sekarang apakah tujuan hidup manusia? Barangkali ada seribu jawaban yangberlainan, dan bahkan lebih karena setiap orang akan memiliki jawaban idealnya masing-masing. Tetapi bisa diambil gambaran secara keseluruhan dan umum bahwa tujuan hidup paling utama yang diinginkan manusia adalah untuk menciptakan kebahagiaan? Kebahagiaan yang ditimbulkan dari rasa nyaman menjalani segala aktifitas yang harus dilalui olehnya. Bukan berarti yang tidak nyaman harus ditinggalkan dan ditelentarkan, hanya saja pertahanan manusia terhadap proses kehidupan berbeda tiap individu dan itulah yang menjadikan mereka berbeda, ditinjau dari kualitas pribadi yang akan mereka miliki di masa depan. Lantas bagaimana dengan orang yang tidak memiliki kebahagiaan? Perlu kita kritisi lebih lanjut tentang pendapat ini. Kita tahu bahwa setiap orangme miliki batasan kebahagiaan yang berbeda, tergantung dari apa yang menjadi latar belakang hidupnya selama ini. Bagaimana penghargaan tertinggi yang manusia miliki untuk kehidupan akan membuatnya memiliki kadar kebahagiaan yang lebih mendetil.
Membingungkan mungkin, tetapi inilah gambaran yang senyatanya terjadi dalam kehidupan manusia. Komparatif kan antara orang yang biasa memilki uang lima juta dan lima puluh juta. Ketika kedua orang tersebut memiliki uang tujuh juta, maka bisa dipastikan bahwa orang yang biasa mendapat lima juta akan merasa bahwa itu merupakan anugerah yang tak terlupakan. Berbanding terbalik dengan orang yang biasa mendapatkan uang lima puluh juta, mereka akan menganggap uang tujuh juta itu merupakan uang yang sedikit dan tidak memiliki harga sama sekali. Penilaian ini pun adalah penilaian yang materialis dan dari segi akal manusiawi saja. Lain halnya apabila dua orang ini memiliki dua pribadi yang berbeda. Yang satu serakah padahal dia tidak terlalu kaya, dan yang satu sangat merasa cukup dengan apa yang didapatnya, istilahnya senantiasa bersyukur atas nikmat yang sudah didapat entah besar atau kecil. Maka penyikapan terhadap masalah kejadian di hidup ini lah yang menentukan sukses kehihidupan manusia menjadi lebih seimbang. Seimbang disini akan dinilai oleh dirinya sendiri, yang mampu dirasakan dari ketenangan yang dia dapatkan dalam setiap langkah kehidupan yang dia jalani. Dalam sukses, dalam gagal, dan dalam pencariannya menuju tujuan hidup : BAHAGIA. Nah sekarang, sudahkan anda merasa bahagia?

1 komentar:

eny mengatakan...

addddddddddddd..

lama-lama semuanya menyebalkan.