Jumat, 13 Maret 2009

MELURUSKAN KEMBALI SHAF YANG TERCERAI BERAI

sebuah lembar kerja untuk tugas hukum islam

”Sesungguhnya Allah SWT mencintai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh” QS. 61 : 4

Salah satu pokok-pokok ajaran yang berkembang dalam islam adalah Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak. Berangkat dari sini, penulis akan mencoba membahas dimensi Syari’ah dalam kehidupan Islam. Sebenarnya ketika didengungkan kata syari’ah, orang akan cenderung berpikir suatu aturan yang pakem dan tidak dapat diganggu gugat, kearena dimensi syari’at adalah perwujudan nyata dalam menjalin hubungan dengan Allah SWT dan manusia pada umumnya. Ketentuan dalam dimensi syari’at memang sudah diajarkan Nabi Muhammad kepada umatnya melalui contoh dari beliau, seperti tata cara sholat, zakat, puasa, haji, dan cara berinteraksi umat manusia yang mengedepankan prinsip ukhuwah islamiyah. Ketiga pokok ajaran islam tadi mengarah pada implementasi masyarakat islami yang memiliki tata panduan hidup sebagai umat muslim, yaitu Al Qur’an. Tetapi ironi yang terjadi sekarang adalah bukan sebuah ukhuwah islamiyah yang terjalin antas umat muslim, melainkan perpecahan dan parsialisasi semangat islam ke dalam semangat kesukuan yang pragmatis. Ada tiga hal terkait isu berkemang yang ingin saya bahas terkait denan Al Qur’an Surat As Shaf ayat 4.

Pertama, menghubungkan artikel ”Naskah Lengkap Pakta Keamanan AS dan Irak” dengan kehidupan umat islam sekarang adalah hal yang menarik. Posisi dominan Amerika Serikat di kancah kehidupan dunia, tidak hanya bidang politik, tetapi Amerika memanfaatkan kekebalan atas super power yang ia miliki untuk membangun garda politik di bawah pengaruhnya melalui ekonomi, sosial, dan budaya. Perjanjian antara Smerika Serikat dengan Irak akan cenderung memposisikan Irak berada di bawah Amerika Serikat (ada pasal-pasal rahasia yang menyebabkan Irak tidak memiliki hak apapun terhadap sepak terjang Amerika Serikat di Irak) terbukti dengan maraknya aksi massif demonstran yang menolak ditandatanganinya Perjanjian Amerika Serikat dengan Irak melaui demonstrasi besar-besaran. Padahal awal pendudukan Amerika di Irak adalah untuk mendapatkan senjata pemusnah masal dan mematikan anasir-anasis teror. Tujuan ini berubah menjadi membebaskan rakyat Irak dari kuasa Saddam Hussein, yang kemudian beralih lagi tujuan untuk menguasai Irak dengan menjadikan Irak sebagai boneka melalui pemerintahannya.

Kedua, yang menjadi pertanyaan adalah kewenangan Amerika Serikat yang terlalu berlebihan di dunia, termasuk di Indonesia sebagai negara nasional dengan penduduk beragama islam yang terbesar di dunia. Pengaruh yang ingin diberikan Amerika ke Indonesia jelas-jelas upaya nyata sebagai wujud keinginan mengarahkan kecondongan politik Indonesia ke Amerika Serikat. Terbukti dengan kunjungan Hillary Clinton ke Indonesia sebagai Menteri Luar Negeri masa kepresidenan terpilih, Barack Hussein Obama, semakin mengukuhkan hubungan internasional antara Indonesia dengan Amerika Serikat. Sekilas stimulus yang diberikan Amerika ini sangat bagus, apalagi di tengah kondisi ekonomi dunia yang memburuk, dan ini diawali Amerika Serikat yang mengalami resesi sehingga dunia pun terpengaruh, termasuk Indonesia terkena imbasnya. Kita perlu belajar dari hal ini, semakin kita bergantung kepada kesuperpoweran Amerika, ketergantungan akan mengungkung Indonesia sebagai bangsa yang mandiri dan berdaulat. Posisi Amerika yang ingin dianggap berkedudukan sebagai polisi dunia akan menjadikan Amerika selalu berusaha memiliki urusan dan pengaruh dalam berbagai cara ke setiap negara yang memiliki daya tarik potensial bagi Amerika sendiri.

Dan yang terakhir adalah serangan Israel terhadap Palestina baru-baru ini. Sebagai polisi dunia yang memiliki pengaruh kuat terhadap ketertiban dunia, Amerika Serikat tidak mampu menjalankan peranannya dengan baik. Bahkan PBB dibuat bungkam dengan hak veto yang dimiliki Amerika untuk menolak resolusi dan pemberian sanksi tegas kepada Israel. Pada dasarnya menagkhiri serangan Israel atas Palestina dapat diupayakan melalui dua cara. Pertama adalah serangan itu sendiri dihentikan oleh kekuatan luar pemerintah Israel, dan yang kedua adalah pemerintah Israel sendiri yang harus menghentikannya. Untuk hal yang pertama dunia telah berupaya menghentikan serangan Israel. Seruan mayoritas dunia dan demonstrasi besar-besaran di sejumlah negara telah dilakukan. Sayangnya hal ini tidak cukup untuk membuat Israel menghentikan serangannya atas Palestina. Bahkan resolusi yang dikeluarkan oleh PBB juga tidak mampu memndiamkan polah tingkah Israel yang membabai buta. Sebenarnya Amerika Serikat memiliki peranan yang sangat besar atas kejadian yang menimpa Palestina saat ini karena apabila Amerika tidak ikut andil dalam Resolusi 1860, besar kemungkinan Israel akan menghentikan serangan. Kekuatan luar ini bisa berasal dari Pengadilan yang Berwenang juga, yang bertugas mengadili pelanggaran HAM dan kejahatan perang tingkat lanjut dan tingkat berat. Pengadilan yang berwenang mengadili Israel adalah Mahkamah Kejahatan (berbeda dengan Mahkamah Internasional) yang memiliki kewenangan untuk mengadili pelaku kejahatan internasional. Namun dalam hal ini pun Mahkamah Kejahatan Internasional tidak berwenang karena hingga sekarang Israel belum meratifikasi Statua Roma.

Apabila di tarik benang merah di tiga negara tadi, kesemuanya adalah negara yang mengandung unsur islam di dalamnya, yang ketiga-tiganya begitu kental dimainkan Amerika Serikat sebagai pemain tunggal. Seorang teman saya pernah mengatakan bahwa kita sebagai umat islam perlu membentuk pakta pertahanan yang bertugas melindungi umat islam di seluruh negara di dunia yang mengalami penindasan dan deskriminasi. Salahkah ini? Beberapa orang mengatakan bahwa hal ini tidak perlu dilakukan, mengingat agama hanyalah hubungan pribadi antara manusia dengan Tuhan yang dia yakini, dan masalah Israel dan Palestina tidak lebih adalah persoalan kemanusiaan belaka. Sungguh ironi jika kita sebagai umat muslim mengataka demikian, karena Allah dalam Al Baqarah ayat 111 berfirman ”Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin harta mereka dengan memberikan surga. Mereka berperang di jalan Allah, sehingga mereka membunuh atau terbunuh (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al Qur’an”. Seruan yang ada di ayat ini adalah kepada umat muslim, muslim secara universal yang tidak terkat batas wilayah dan kebangsaan, karena di mata Allah SWT hanya amal ibadah lah yang menjadikan pembeda antara umat islam. Jangan melihat kata berperang sebagai fokus utama, karena istilah perang sekarang bisa dianalogikan sebagai perjuangan untuk mediasi menyatukan umat islam dari perpesahan melawan tirani. Tetapi pada akhirnya penindasan tak berambang batas kemanusiaan hanya bisa diperangi dengan senjata pula, sebab sekalipu Allah SWT membenci penindasan dan kekerasan, tetapi apabila kita yang diserang terlebih dahulu padahal kita umat islam adalah pancang kedamaian dan ketenteraman, maka sebagaimana firman Allah SWT, kita wajib melawan untuk mempertahankan diri sebagai pihak yang terzalimi.

Seperti fenomena yang terjadi di Palestina saat ini, sebagai umat islam yang terparsialisasikan ke dalam bentuk negara-negara dan nasionalisme, kita memiliki kewajiban untuk merasa prihatin atas penindasan yang terjadi pada umat islam. Karena itulah, sebagaimana yang tercantum dalam ayat pembuka artikel ini, barisan yang teratur, apakah itu? Sudah pasti jawabannya adalah ukhuwah islamiyah. Persaudaraan di luar batas negara dan nasionalisme. Pegkoordinir aspirasi dan semangat persaudaraan untuk membela umat Islam lain di negara lain yang sedang tertindas. Barisan yan tertaur ini akan tercapai bila masing-masing pihak internal Islam itu sendiri teleh menyatakan kebulatan tekad dan niat untuk meningkatkan harkat dan derajat umat Islam yang senantiasa tertindas dan diintimidasi.

Kita tentunya paham arti shaf kan? Barisan. Meluruskan kembali barisan yang tercerai berai. Gambaran shaf salat yang tidak lurus dan bolong-bolong di dalamnya adalah penggambaran umat Islam saat ini. Sekarang pasti kita paham, kenapa dalam salat berjama’ah keutamaan shaf salat adalah yang rapat, rapi, dan lurus. Inilah jama’ah dalam lingkup kecil dan vertikal dalam hubungan dengan ibadah kepada Allah SWT. Lalu sekarang kita butuh upaya riil mewujudkan analogi shaf salat ke dalam hidup umat islam, sebagai janji Allah “mereka seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh”. Inilah perwujudan umat islam, bersatu dengan kunci mulia As Syahadatain, yaitu mengakui keesaan Allah SWT, dan bersaksi atas Muhammad SAW sebagai rasul terakhir, “the massenger”. Tentunya bangunan yang kokoh ini hanya akan terwujud jika ukhuwah isamiyah telah hidup dalam setiap nadi umat muslim di dalamnya. Dan semoga, kita masih bisa mencicipinya, sekalipun sejenak sebagai saksi berdirinya bangunan yang tersusun kokoh atas pondasi islam.


By : Eny Rofi'atul N.

Tidak ada komentar: